Peringati Kemerdekaan, Korban Lumpur Lapindo ‘Gantung Diri’
Korban Lumpur Lapindo asal Desa Reno Kenongo, Siring, Kedung Bendo, dan Jatirejo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), memperingati kemerdekaan ke-65 RI dengan “Gantung diri” menyusul belum jelasnya proses penyelesaian ganti rugi yang seharusnya sudah tuntas.
Koordinator aksi M Zainul Arifin, Selasa (17/8/2010), mengatakan, aksi “gantung diri” yang diperagakan oleh seorang warga tersebut dilakukan sebagai wujud kekecewaan terhadap pemerintah dan juga Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar ganti rugi korban lumpur.
“Kami sudah lelah dengan janji-janji yang diberikan selama ini. Yang kami inginkan saat ini adalah pelunasan ganti rugi yang sudah seharusnya menjadi hak kami,” katanya saat melakukan orasi di depan gedung dewan Sidoarjo.
Dia mengemukakan, warga akan tetap bertahan dengan cara menginap di depan gerbang gedung DPRD Sidoarjo hingga proses pelunasan ganti rugi bagi korban lumpur terselesaikan.
“Kami ingin pelunasan ganti rugi ini segera diselesaikan secara langsung, tidak dengan cara diangsur seperti yang telah dilakukan selama ini,” kata Zainul.
Saat ini, lanjutnya, warga sudah lelah dengan proses angsuran ganti rugi yang dilakukan oleh PT Minarak Lapindo Jaya. “Bahkan dalam proses angsuran tersebut juga terjadi keterlambatan hingga lima bulan terakhir ini,” ungkpa Zainul.
Menurutnya, dengan peringatan hari kemerdekaan ini korban lumpur merasa belum merdeka dari penindasan dan penjajahan Lapindo yang hingga kini belum melunasi sisa 80 persen ganti rugi warga.
Selain melakukan aksi “gantung diri” di sebuah pohon tidak jauh dari kantor DPRD Sidoarjo, warga juga melakukan aksi dengan cara berjalan di sepanjang jalan di depan gedung Dewan.
Dalam perjalanan sekitar seratus meter tersebut, seorang warga korban lumpur berada di atas tandu sambil meneriakkan tuntutan terkait pelunasan ganti rugi.
“Ada tiga tuntutan utama pernyataan belum merdekanya korban lumpur, minta sisa pembayaran 80 persen dilunasi tanpa terkecuali, dan bertekad akan tetap melakukan aksi sampai seluruh ganti rugi terbayarkan,” katanya.
Zainul menceritakan, sudah 2,5 tahun warga korban lumpur dari empat desa belum memperoleh pencairan 80 persen ganti rugi dengan alasan yang tidak jelas.
Korban Lumpur Lapindo pernah melakukan demo dengan mengusung ‘jenazah’ sebagai pertanda bahwa hukum bagi korban lumpur sudah mati suri menyusul belum terlesaikannya proses ganti rugi bagi warga. “Jenazah” yang diusung dalam demo kali ini menggambarkan hukum saat ini sudah mati suri karena tidak berpihak kepada korban lumpur.
Selama bulan puasa, Tambah Zainul, warga akan tetap bertahan dan menuntut supaya hak mereka yang selama lima bulan terbengkalai bisa segera diselesaikan dengan cepat. “Bagi kami, bulan puasa tidak menyurutkan niat kami untuk tetap bertahan dalam memperjuangkan hak kami yang hilang tersebut,” katanya menegaskan.surya.co.id