Gara-gara Keong Racun, 4 Orang Tewas
Musibah keracunan keong atau siput dan ikan hasil tangkapan nelayan yang sudah berlangsung sekitar satu bulan makin meluas pada sejumlah wilayah lain di Sulawesi Tenggara.
Informasi yang dihimpun di Kendari, Senin (2/8/2010), korban pertama ikan laut itu adalah warga pesisir Kabupaten Buton, kemudian warga Kota Bau-Bau dan Kabupaten Wakatobi.
Dalam waktu singkat, beredar keluhan dari masyarakat bahwa keracunan juga menimpa warga Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton Utara yang masih bertetangga.
Musibah keracunan ini telah menelan empat korban tewas di Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, serta ratusan orang lainnya menjalani perawatan medis.
"Warga yang tercatat keracunan ikan hanya yang menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi banyak warga pesisir atau yang tinggal di pelosok hanya menjalani perawatan tradisional," kata seorang warga Kota Bau-Bau, Zainuddin.
Ketakutan warga memakan ikan laut juga melanda warga Kabupaten Buton Utara karena sudah ada warga yang sakit dengan gejala pusing-pusing, muntah, dan mata merah.
"Kami sudah ketakutan karena beberapa orang diduga keracunan setelah makan ikan," kata Hartono melalui telepon dari Kecamatan Kambowa, Buton Utara.
Ia mencontohkan, Kepala Desa Lagundi Budi Santoso nyaris tewas setelah makan ikan laut, tetapi masih tertolong setelah minum air kelapa muda.
"Untung air kelapa muda mujarab sebagai penawar racun kalau tidak, kepala desa kami akan menemui ajalnya," kata Hartono.
Ia menambahkan, seorang warga di Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton, diduga meninggal dunia karena keracunan setelah makan ikan dan keong.
"Untung hanya satu orang yang meninggal dunia, padahal satu keluarga makan ikan hasil pancingan. Yang lain terselamatkan setelah minum air kelapa muda," katanya.
Keresahan yang sama untuk mengonsumsi ikan laut juga terjadi di Kecamatan Napalano, Kabupaten Muna.
"Ikan hasil tangkapan tidak terjual karena warga ketakutan makan ikan laut sehingga nelayan rugi," kata nelayan tangkap H Amiruddin.
Oleh karena itu, Amiruddin yang juga atlet dayung nasional itu mengharapkan pemerintah pusat, Pemprov Sultra, dan instansi terkait menyelidiki kandungan racun tersebut.
"Musibah keracunan ikan sudah berlangsung sejak satu bulan lalu, tetapi pemerintah atau pun instansi terkait tidak mengambil tindakan serius. Atau mau berbuat setelah mayat bergelimpangan," kata Amiruddin.
Hasil pengkajian Badan Pegawas Obat dan Makanan (Balai POM) Kendari menemukan kandungan logam berat dalam organ keong dan ikan sehingga menyebabkan keracunan.
"Hasil uji laboratorium sampel siput yang menyebabkan warga Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton keracunan setelah mengonsumsinya karena mengandung logam berat berupa tembaga (Cu)," kata Kepala Balai POM Kendari Guntur.
Menurut dia, kandungan Cu dalam tubuh siput atau ikan, pada konsentrasi tertentu bisa menyebabkan keracunan bagi orang yang mengonsumsinya, tetapi tidak sampai mematikan.
Guntur yang didampingi Kepala Pengujian Pangan BPOM Kendari Hasnah Nur mengaku masih mencurigai adanya arsen (Co) dan sianida yang terkandung dalam tubuh siput.
Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bau-Bau Heru mengatakan, peristiwa keracunan ikan itu terjadi karena wilayah perairan Laut Buton saat ini dalam kondisi kelebihan phytoplankton dan zooplankton, dua jenis makhluk hidup di laut berukuran kecil yang menjadi makanan biota laut.
"Kami sudah meneliti kondisi wilayah perairan laut Buton. Dua jenis makhluk kecil yang menjadi makanan biota laut itu saat ini jumlahnya di wilayah perairan laut Buton berlebihan. Kuat dugaan, plankton tersebut terbawa arus laut musim Timur dari Laut Banda," katanya.
Menurut Heru, ikan yang bisa menyebabkan orang yang memakannya keracunan, hanya ikan-ikan atau siput yang kelebihan memangsa plankton. KOMPAS.com